#27 Bunga Kertas


Melati membuang pandang ke luar pintu, lalu mengerut dahi ke arah bunga kertas mak yang belum lagi disiraminya. “Mak ni, pohon mati pun masih disayangnya juga.” Setiap hari Melati perlu menyiram bunga itu walaupun pada pandangannya, bunga itu tiada harapan untuk hidup. Jika dia tidak siram maka, terdengarlah leteran emaknya dari pagi sehinggalah petang. Pernah suatu ketika dia usulkan kepada emaknya untuk gantikan bunga kertas itu dengan bunga lain namun, emaknya menolak. Bunga kertas itu adalah pemberian arwah atoknya tahun lepas, juga antara bunga kesayangan emak. Dua bulan lepas bunga itu semakin banyak yang gugur, batangnya memburuk. Tidak tahu apa sebabnya. Keadaannya sebegitu membuatkan emak semakin menjaga pohon itu.
Google

Jika emak sibuk maka, tugas menjaga bunga kertas itu diberikan kepada Melati.

“Melati, kalau letak baja itu jangan banyak sangat, makinlah bunga itu mati”
“Siram perlahan-lahan, Mak sayang bunga itu seperti mak sayang kau tau”
“Melati, bunga kertas itu sudah bertunas belum?”

Melati memuncungkan bibir, menarik nafas, mak, mak…

Malam yang damai, Melati mendekati emak yang sedang khusyuk melipat pakaian. Mengerti akan soalan yang akan diajukan oleh anaknya, dia berhenti melipat baju.

“Tentang bunga kertas?” Melati mengangguk-angguk kepala.

“Bunga kertas itu mak sayang sebab pohon itu adalah pemberian dan amanat arwah atok kau sebelum dia meninggal dunia. Dia suruh mak jaga. Pohon itu adalah jenis yang tahan tau dan tidak mudah mati jika kita terus menjaganya dan tidak meletakkan baja yang berlebihan. Kalau dia mati, mahu buat macamana kan. Sudah sunatullah. Mak tahu, pohon itu belum mati, buktinya masih ada daun-daun yang segar pada dahannya. Kita jaga saja dengan sebaiknya, esok-esok adalah tunasnya tu.”
Mata Melati terkebil-kebil mendengar penjelasan panjang lebar emaknya.

“Analoginya seperti mak jaga kau lah, walaupun dulu orang kata anak mak ini tiada harapan untuk hidup selepas kemalangan hari itu tetapi mak tetap jaga Melati yang terlantar koma begitu lama. Takdir Allah, Allah panjangkan umur Melati sampai sekarang.” Emak mengusap-usap kepala Melati.

“Terima kasih mak” Melati tersenyum sambil melemparkan pandangan ke arah kerusi roda disebelahnya.

 Hari itu, seperti hari-hari kebiasaannya. “Melati, jangan lupa siram bunga kertas tu, mak keluar kejap”

“Ya mak!”

Kali ini, dia lebih cermat menyiramnya malah struktur pohon itu ditelitinya.

 “Mak, bunga kertas sudah ada tunas!”

Ulasan

Catatan Popular