#27 Bunga Kertas
Jika emak sibuk maka, tugas menjaga bunga kertas itu diberikan kepada Melati.
“Melati, kalau letak baja itu jangan banyak sangat, makinlah
bunga itu mati”
“Siram perlahan-lahan, Mak sayang bunga itu seperti mak
sayang kau tau”
“Melati, bunga kertas itu sudah bertunas belum?”
Melati memuncungkan bibir, menarik nafas, mak, mak…
Malam yang damai, Melati mendekati emak yang sedang khusyuk
melipat pakaian. Mengerti akan soalan yang akan diajukan oleh anaknya, dia
berhenti melipat baju.
“Tentang bunga kertas?” Melati mengangguk-angguk kepala.
“Bunga kertas itu mak sayang sebab pohon itu adalah
pemberian dan amanat arwah atok kau sebelum dia meninggal dunia. Dia suruh mak
jaga. Pohon itu adalah jenis yang tahan tau dan tidak mudah mati jika kita
terus menjaganya dan tidak meletakkan baja yang berlebihan. Kalau dia mati,
mahu buat macamana kan. Sudah sunatullah. Mak tahu, pohon itu belum mati,
buktinya masih ada daun-daun yang segar pada dahannya. Kita jaga saja dengan
sebaiknya, esok-esok adalah tunasnya tu.”
Mata Melati terkebil-kebil mendengar penjelasan panjang
lebar emaknya.
“Analoginya seperti mak jaga kau lah, walaupun dulu orang
kata anak mak ini tiada harapan untuk hidup selepas kemalangan hari itu tetapi
mak tetap jaga Melati yang terlantar koma begitu lama. Takdir Allah, Allah
panjangkan umur Melati sampai sekarang.” Emak mengusap-usap kepala Melati.
“Terima kasih mak” Melati tersenyum sambil melemparkan
pandangan ke arah kerusi roda disebelahnya.
Hari itu, seperti
hari-hari kebiasaannya. “Melati, jangan lupa siram bunga kertas tu, mak keluar
kejap”
“Ya mak!”
Kali ini, dia lebih cermat menyiramnya malah struktur pohon
itu ditelitinya.
“Mak, bunga kertas
sudah ada tunas!”
Ulasan
Catat Ulasan